Mengenang Sosok Sapardi Djoko Damono

Mengenang Sosok Sapardi Djoko Damono
Sapardi Djoko Damono

Heboh.com, Jakarta - "Yang fana adalah waktu, kita abadi."

Sepenggal sajak yang sesungguhnya akan selalu abadi walau sang pemilik karya telah pergi. Ya, kabar duka itu akhirnya tersampaikan dari mulut ke mulut hingga ke seluruh penjuru negeri. Minggu, tanggal 19 Juli 2020, sang sastrawan besar itu pergi dengan karya-karyanya yang terus terpatri.

Sapardi Djoko Damono adalah seorang anak dari pasangan dari Sadyoko dan Sapariah yang lahir di Surakarta, tanggal 20 Maret tahun 1940. Diketahui, sang ayah Sadyoko merupakan abdi dalem di Keraton Kasunanan Surakarta karena mengikuti jejak sang kakek. Orang tuanya memberi nama Sapardi karena ia lahir tepat di bulan Sapar yang menurut orang Jawa, anak-anak yang lahir di bulan tersebut akan menjadi pribadi yang teguh dan pemberani.

SDD, begitu ia juga kerap disapa, ternyata sudah mulai menghasilkan karya berupa tulisan sejak duduk di bangku sekolah menengah. Karya-karya tersebut lalu ia kirim ke sejumlah majalah. Berkat ketertarikan dan kemampuannya di bidang sastra, ia melanjutkan kuliah Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Baca Yuk! Kabar Duka Meninggalnya Komedian Omas, Begini Kronologinya

Sepanjang hidupnya, Sapardi tentu sudah melahirkan karya yang tidak sedikit. Mulai dari sajak, esai, puisi, musikalisasi puisi, cerita pendek, dan juga artikel. Salah satu karya masyhurnya adalah Hujan Bulan Juni. Hujan Bulan Juni adalah kumpulan puisi yang ditulis olehnya dengan jumlah yang mencapai lebih dari 100 puisi. Kumpulan puisi yang dibuat pada rentang tahun 1964 hingga 1994 itu kemudian dibukukan dan diterbikan. Bahkan, sebuah judul film pun berhasil rilis dengan judul yang sama pada tahun 2017 dengan para pemeran diantaranya adalah Velove Vexia dan Adipati Dolken.

Nama seorang Sapardi Djoko Damono tidak hanya dikenal di negerinya sendiri. Ia juga dikenal hingga mancanegara. Hal itu ia buktikan dengan meraih penghargaan SEA Write Award tahun 1986 dimana penghargaaan tersebut ditujukan kepada penyair dan penulis di kawasan Asia Tenggara. Hal itu pula sekaligus membuktikan bahwa ia piawai dengan bidang yang ia tekuni.

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) ini juga diketahui memiliki dua orang anak yaitu seorang putra dan seorang putri dari pernikahannya bersama sang istri bernama Wardiningsih. Di detik-detik terakhirnya, Sapardi Djoko Damono sempat dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit komplikasi hingga penurunan fungsi organ tubuh. Ia menghembuskan napas terakhirnya di usia 80 tahun di Rumah Sakit Eka BSD, Tangerang Selatan, serta dimakamkan di Bogor, Jawa Barat.